Bandung Mawardi
Zaman bergerak dan mesin mengubah dunia. Sejarah kemodernan
di Barat merupakan perayaan teknologi, pemujaan mesin, dan penciptaan
nilai-nilai kebaruan. Mesin diakui sebagai manifestasi dari pencanggihan hidup
mengacu pada kerja nalar dan kematangan olah imajinasi tentang masa depan
manusia. Pelbagai penemuan teknologi dan operasionalisasi mesin adalah penanda
dari gairah mengubah nasib manusia. Mesin tampil sebagai aplikasi teknik dan
perantaraan manusia untuk melakukan pelbagai agenda hidup.
Kisah mesin dan perubahan zaman ini bisa kita acukan pada
sosok Leonardo da Vinci (1452-1519). Seniman dan ahli teknologi ini memiliki
biografi unik dalam ikhtiar menanggapi zaman dan meramalkan masa depan umat
manusia. Pelbagai rancangan mesin digarap oleh Leonardo da Vinci kendati kerap
tidak dirampungkan. Ide-ide itu jadi inspirasi untuk perubahan. Sketsa dan
miniatur dari penemuan mesin jadi warisan tak selesai. Publik dunia menerima
itu sebagai antusiasme Leanardo da Vinci mengalami zaman mesin dan meramalkan
perubahan masa depan.
Penemuan mesin-mesin memang membuat Barat bergairah
menapaki hidup dengan keajaiban-keajaiban. Si Leonardo da Vinci sekadar
mengingatkan bahwa puja mesin bakal mengakibatkan kerusakan dan kematian.
Simaklah catatan puitis dari Leonardo da Vinci ini: “Benda-benda buatan manusia
akan menyebabkan kematian mereka.” Mesin untuk memudahkan dan mengentengkan
manusia kadang menempati posisi strategis sehingga manusia bergantung pada
mesin dalam menjalani hidup. Risiko dari pengabaian eksistensi diri dan
penyimpangan dalam fungsionalisasi mesin bakal menghantam balik manusia sebagai
pengguna.
Mesin memerlukan imajinasi agar perubahan zaman dan
ramalan atas masa depan tidak mutlak rasionalistik. Kepekaan estetis ini tumbuh
dalam diri para penyair dan pengarang sebagai bentuk tanggapan zaman. Mesin adalah
berkah dan petaka. Pujangga Baudelaire pada 1851 pernah menulis: “Dunia ini
akan segera berakhir... Mesin-mesin telah begitu meng-Amerika-kan kita dan
kemajuan akan begitu lengkap dan menghentikan pertumbuhan spiritual kita untuk
menjadi sia-sia.” Mesin menentukan pengejawantahan ideologi modernisasi dalam
proyek peradaban manusia. Konsekuensi kemajuan kerap diikuti dengan dekandensi.
Kultur bena (material) dalam dominasi mesin jadi sebab dari kerapuhan dan
kehampaan spiritualitas, estetika, dan etika. Peringatan dari Baudelaire itu
sekarang terbuktikan dalam kebergantungan manusia terhadap mesin. Candu mesin
justru merontokkan martabat dan harga diri manusia karena ketidaksanggupan
mengoperasionalisasikan tubuh sebagai kodrat.
Kebersejarahan antara mesin dan kerja sastra disajikan
oleh Octavio Paz dalam The Other Voice. Para pujangga agung pada masa
lalu tercatat pernah menuliskan puisi-puisi puja mesin sebagai bentuk gairah
menapaki zaman kemajuan. Walth Witman pernah menulis puisi persembahan pada sebuah
lokomotif. Puisi ini mempengaruhi warga Amerika dan Eropa untuk memakai sarana
transportasi kereta api. Valery Larbaud pernah menulis puisi persembahan untuk
kereta api bagi kaum miliuner bernama The Orient Express. Kaum Futuris
membuat puisi-nyanyian untuk memuja otomobil, kapal terbang, kapal selam, dan
kendaraan-kendaraan modern.
Sejarah intimitas mesin dengan sastra di Eropa dan
Amerika seolah memberi klaim-klaim tentang kebermaknaan mesin dan manusia
kencaduan mesib. Kondisi berbeda justru dialami di Jawa saat industrialisasi
dan kapitalisme diusung oleh pemerintah kolonial Belanda dan para pengusaha
Eropa. pujangga Ranggawarsito menganggap peradaban mesin bakal jadi petaka.
Pandangan sinis dan kritis ini jadi alasan kemunculan zaman edan pada abad XIX
di Jawa. Ranggawarsita membaca perubahan di Vorsten Landen mengacu pada ramalan
Jayabaya: Mbesuk yen ana kreta lumaku tanpa turangga, tanah Jawa kalungan
wesi, perahu lumaku ing ndhuwur awang-awang, kali gedhe ilang kedhunge, pasar
ilang kumandhange, hiya iku pertandhane tekane zaman, kababare jangka Jayabaya
wus amrepeki (Kelak bila ada kereta tanpa kuda, tanah Jawa berkalung besi,
perahu berjalan di angkasa, sungai besar hilang lubuk, pasar kehilangan gaung,
itulah tanda tiba zaman saat ramalan Jayabaya mendekati kenyataan).
Mesin menimbulkan keajaiban dan menguak aib kegagalan
manusia dalam memaknai diri. Populasi mesin terus meningkat dan manusia
mengundurkan diri untuk melakukan sesuatu dengan mesin. Pemahaman tubuh, nalar,
dan imajinasi tereduksi oleh kemampuan mesin kendati membuat manusia terdikte
dan terkuasai. Catatan-catatan dari para pujangga untuk memuja dan mengritisi
peradaban mesin bisa jadi acuan untuk merefleksikan ulang hubungan manusia
dengan mesin. Peradaban mesin telah membuat jalanan macet, polusi melimpah,
limbah meracuni manusia, dan manusia mencacatkan tubuh karena malas menggerakan
diri. Tanggapan kritis penting diajukan untuk mengondisikan diri tetap sebagai
manusia bermartabat dan sadar dengan kebermaknaan hidup. Begitu.
Suara Merdeka (29 November 2010)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar