Laman

Minggu, 05 September 2010

KESEMUAN IDENTITAS MAHASISWA


Oleh: Asni Furaida

Ada sebuah cerita menarik ketika duduk menunggu sarapan pagi di pojok kantin. Terlihat ada seorang mahasiswa memakai jas BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) sedang makan. Tas ditempeli pin fakultas dan organisasi kemahasiswaan. Saya berpikir, dia pasti mahasiswa yang rajin dan sangat cinta akan fakultas serta organisasinya. Melihat berbagai simbol itu membuat saya segan dan kagum. Perasaan itu timbul dan tiba-tiba hilang setelah berpikir ulang dan bertanya pada diri sendiri: “Apakah judgment itu benar jika hanya didasarkan pada pakaian dan pin?
Mari mencoba menelisik perkara itu untuk mengkritisi mahasiswa di negeri Indonesia. Banyak mahasiswa memakai jaket organisasi untuk kebanggaan atau menyatakan identitas. Jaket ternyata mengandung banyak hal tentang diri mahasiswa. Mengetahui identitas hanya dengan pakaian, jas, atau pin sering menipu kita. Belum tentu para mahasiswa itu aktivis, pintar, dan memiliki komitmen dalam studi. Maraknya mahasiswa sekarang ini yang berbondong-bondong memakai identitas universitas dan organisasi menandakan gejala apa? Inikah konstruksi identitas mahasiswa yang pramatis atau sesungguhnya?
Definisi identitas adalah simbolisasi ciri yang mengandung diferensiasi dan mewakili citra. Identitas dapat berasal dari sejarah, visi atau cita-cita, misi atau fungsi, tujuan, strategi atau program. Berbicara mengenai identitas sebenarnya itu adalah sebuah definisi diri dan itu bisa diberikan oleh orang lain. Pelacakan identitas akan menerangkan tentang siapa kita, karena pelacakan identitas adalah upaya pendefinisian diri, baik definisi dari orang lain maupun dari kita sendiri.
Lalu apakah sebuah jaket, pin, stiker, dsb itu dapat membangun citra kita sebagai mahasiswa yang seharusnya berpikiran terbuka dan intelektuil? Atau apakah sebuah jaket, pin, stiker, daan lain-lain itu akan mewakili citra mahasiswa yang merupakan kedok semata agar terlihat eksis di dalam lingkungan pergaulan di kampus? Saya lama-lama jadi heran sendiri, mengapa kebanyakan mahasiswa sekarang ini mengalami pergeseran makna tentang sebuah identitas diri mereka?
Mungkin, karena secara tidak langsung saya juga mengkritisi diri saya sendiri. Jujur, saya baru menyadari kewajiban secara luas sebagai mahasiswa baru pada akhir perkuliahan. Dulu, mungkin saya seperti kebanyakan mahasiswa pada umumnya. Menggunakan identitas semu yang dilegalkan sebuah institusi. Kesemuan itu dibuktikan dengan aktivitas suka jalan-jalan daripada menekuri buku, suka menggosip daripada berdiskusi. Kesemuan yang membuat mahasiswa lupa dengan peran  akademik dan sosial.
Konstruksi identitas mahasiswa yang semu sesungguhnya harus dirombak secara massal dan dengan pemahaman yang benar serta sederhana. Perwujudan stiker, jas organisasi, gantungan kunci, pin, kaos, dan lain-lain hanyalah sebuah strategi gaya hidup. Contoh menarik dalam pemaknaan jas adalah penggantian jas almamater ITB. Penggantian jas tersebut bukan karena suatu hal iseng tapi ada berbagai faktor yang menyebabkan hal itu terjadi, terutama berkaitan dengan pengasahan kemampuan wirausaha dari universitas atau organisasi tersebut. Mereka menyebutnya  entrepreneurial mindset, entrepreneurial mindset. Ini adalah sebuah pemikiran yang berani mengambil calculated risk. Kreatif, karena tidak dibatasi oleh pilihan yang ada, akan tetapi membuat pilihan baru bagi dirinya dan masyarakat sekitarnya. Memiliki kebanggaan terhadap yang dimilikinya dan inovatif adalah makna dari jas almamater.
Selain entrepreneurial mindset, mereka juga mengusung apa yang dinamakan sebagai kolaborasi. Kolaborasi diartikan menjunjung sistem cross-knowledge yang bertujuan meningkatkan kualitas produk dan jasa yang ditawarkan. Kolaborasi internal terdiri dari seluruh pihak yang memiliki latar belakang knowledge yang berbeda. Sedangkan kolaborasi eksternal merupakan kolaborasi triple-helix: akademisi-pemerintah-pelaku bisnis. Tujuan utama dari kolaborasi ini adalah meningkatkan kualitas masyarakat Indonesia secara umumnya.
Jadi, sekarang sudah cukup jelas bagi kita bahwa perwujudan pin, stiker, jas organisasi dan almamater, kaos, gantungan kunci, dan lain-lain adalah strategi kesemuan sekaligus proses pemaknaan yang sebenarnya menyadarkan identitas mahasiswa. Kita memerlukan strategi dan cara pemaknaan yang kritis agar para mahasiswa tidak lagi arogan dan berbangga diri dengan berbagai simbol itu, padahal semu. Segala simbol bisa saja terus ada, tetapi harus diimbangi dengan bukti, argumentasi, dan tindakan nyata. Kesemuan identitas mahasiswa melalui simbol-simbol itu harus dirubah demi menjaga martabat diri. Identitas harus diperjuangkan dan dibentuk, tidak hanya diciptakan melalui hal-hal yang bisa dibeli, dipesan, lalu dikenakan di mana saja, kapan saja. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar