Oleh:
Asni Furaida
Mari
mencoba menelisik perkara itu untuk mengkritisi mahasiswa di negeri Indonesia.
Banyak mahasiswa memakai jaket organisasi untuk kebanggaan atau menyatakan
identitas. Jaket ternyata mengandung banyak hal tentang diri mahasiswa.
Mengetahui identitas hanya dengan pakaian, jas, atau pin sering menipu kita.
Belum tentu para mahasiswa itu aktivis, pintar, dan memiliki komitmen dalam
studi. Maraknya mahasiswa sekarang ini yang berbondong-bondong memakai
identitas universitas dan organisasi menandakan gejala apa? Inikah konstruksi
identitas mahasiswa yang pramatis atau sesungguhnya?
Definisi identitas adalah simbolisasi ciri yang mengandung diferensiasi
dan mewakili citra. Identitas dapat berasal dari sejarah, visi atau cita-cita,
misi atau fungsi, tujuan, strategi atau program. Berbicara mengenai identitas
sebenarnya itu adalah sebuah definisi diri dan itu bisa diberikan oleh orang
lain. Pelacakan identitas akan menerangkan tentang siapa kita, karena pelacakan
identitas adalah upaya pendefinisian diri, baik definisi dari orang lain maupun
dari kita sendiri.
Lalu apakah sebuah
jaket, pin, stiker, dsb itu dapat membangun citra kita sebagai mahasiswa yang
seharusnya berpikiran terbuka dan intelektuil? Atau apakah sebuah jaket, pin,
stiker, daan lain-lain itu akan mewakili citra mahasiswa yang merupakan kedok
semata agar terlihat eksis di dalam lingkungan pergaulan di kampus? Saya
lama-lama jadi heran sendiri, mengapa kebanyakan mahasiswa sekarang ini mengalami
pergeseran makna tentang sebuah identitas diri mereka?
Mungkin, karena secara
tidak langsung saya juga mengkritisi diri saya sendiri. Jujur, saya baru
menyadari kewajiban secara luas sebagai mahasiswa baru pada akhir perkuliahan.
Dulu, mungkin saya seperti kebanyakan mahasiswa pada umumnya. Menggunakan
identitas semu yang dilegalkan sebuah institusi. Kesemuan itu dibuktikan dengan
aktivitas suka jalan-jalan daripada menekuri buku, suka menggosip daripada
berdiskusi. Kesemuan yang membuat mahasiswa lupa dengan peran akademik dan sosial.
Konstruksi identitas mahasiswa yang semu sesungguhnya harus dirombak
secara massal dan dengan pemahaman yang benar serta sederhana. Perwujudan
stiker, jas organisasi, gantungan kunci, pin, kaos, dan lain-lain hanyalah
sebuah strategi gaya hidup. Contoh menarik dalam pemaknaan jas adalah penggantian
jas almamater ITB. Penggantian jas tersebut bukan karena suatu hal iseng tapi
ada berbagai faktor yang menyebabkan hal itu terjadi, terutama berkaitan dengan
pengasahan kemampuan wirausaha dari universitas atau organisasi tersebut.
Mereka menyebutnya entrepreneurial mindset, entrepreneurial mindset. Ini adalah sebuah pemikiran yang berani mengambil calculated
risk. Kreatif, karena tidak dibatasi oleh pilihan yang ada, akan tetapi
membuat pilihan baru bagi dirinya dan masyarakat sekitarnya. Memiliki
kebanggaan terhadap yang dimilikinya dan inovatif adalah makna dari jas
almamater.
Selain entrepreneurial mindset, mereka juga
mengusung apa yang dinamakan sebagai kolaborasi. Kolaborasi diartikan menjunjung
sistem cross-knowledge yang bertujuan meningkatkan kualitas produk dan
jasa yang ditawarkan. Kolaborasi internal terdiri dari seluruh pihak yang
memiliki latar belakang knowledge yang berbeda. Sedangkan kolaborasi
eksternal merupakan kolaborasi triple-helix: akademisi-pemerintah-pelaku
bisnis. Tujuan utama dari kolaborasi ini adalah meningkatkan kualitas
masyarakat Indonesia secara umumnya.
Jadi, sekarang sudah cukup jelas bagi kita bahwa perwujudan pin, stiker,
jas organisasi dan almamater, kaos, gantungan kunci, dan lain-lain adalah strategi
kesemuan sekaligus proses pemaknaan yang sebenarnya menyadarkan identitas
mahasiswa. Kita memerlukan strategi dan cara pemaknaan yang kritis agar para
mahasiswa tidak lagi arogan dan berbangga diri dengan berbagai simbol itu,
padahal semu. Segala simbol bisa saja terus ada, tetapi harus diimbangi dengan
bukti, argumentasi, dan tindakan nyata. Kesemuan identitas mahasiswa melalui
simbol-simbol itu harus dirubah demi menjaga martabat diri. Identitas harus
diperjuangkan dan dibentuk, tidak hanya diciptakan melalui hal-hal yang bisa
dibeli, dipesan, lalu dikenakan di mana saja, kapan saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar