Laman

Rabu, 11 Agustus 2010

Obsesi Perempuan dan Eksistensi Tas

Oleh Fanny Chotimah

PEMUJAAN terhadap tas di masyarakat kelas atas makin akut. Tas buatan Prancis bermerek Hermes edisi Birkin tak cukup dihargai dengan delapan digit angka. Perlakuan dan penghormatan terhadap tas makin tak rasional. Bre Redana (Kompas, 10/1/2010) menuliskan pengalamannya dengan Hermes di sebuah lounge hotel mewah berbintang enam di Jakarta. Tas Hermes diperlakukan sangat terhormat. Pelayan menyambut, memberi tempat duduk khusus, dan menyelimuti Hermes, agar terlindung dari cipratan saus. Bagaimana perilaku seperti itu dibenarkan dan dijadikan keniscayaan? Tas Birkin awalnya hanya tas classy dari Hermes. Nama Birkin diambil dari nama aktris Jane Birkin. Tas itu berbahan kulit binatang eksotik -kulit buaya perairan laut -dengan harga sampai 850.000 dolarAS atau setara Rp 765.000.000.

Manusia memakai dompet, kantong, atau tas sejak memiliki kebutuhan untuk membawa barang berharga. Hieroglif Mesir Kuno menunjukkan, pria memakai tas pinggang. Alkitab secara khusus mengidentifikasi Yudas Iskariot sebagai pembawa tas. Pada abad ke-14 dan ke-15, baik lelaki maupun perempuan akan menyertakan kantong dengan fitur paling penting dari pakaian abad pertengahan yang disebut korset. Istilah “tas“ baru muncul abad ke-19. Barang berharga seperti rosario, kitab, jam, pomanders (jeruk wangi), chatelaines (jesper atau kunci), bahkan belati dibawa dengan korset. Tas serut menggantung dari korset pada tali panjang dan akan bervariasi sesuai dengan fashion, status, dan gaya hidup sang pemakai. Wanita, terutama, menyukai hiasan tali tas yang dikenal sebagai hamondeys atau tasques (Foster, 1982).

Sejarah

Perkembangan ilmu pengetahuan dan industri pada era Victoria menciptakan penampilan yang meluas, juga motif kain yang trendi. Jadi perempuanbisaberkoordinasidengansisapakaianmereka. Meski saku kembali ke tahun 1840-an, perempuan terus membawa dompet dan menghabiskan banyak waktu untuk menyulam.Namun, dengan kemunculan kereta api, tas mengalami revolusi. Tahun 1843, terdapat hampir 2.000 km jalur rel di Great Britain. Karena makin banyak orang bepergian dengan kereta api dan lebih banyak perempuan bekerja, pembuat koper profesional berevolusi dan segera istilah “tas“ muncul untuk melukiskan penemuan baru. Tas diberi nama sesuai dengan nama pemilik perusahaan. Misalnya, Hermes yang didirikan tahun 1837 oleh Thierry Hermes. Begitu juga merek Louis Vuitton. Tas secara historis telah membawa rahasia dan kekuasaan penanda, status, dan keindahan. Berawal dari penjaga peralatan kehidupan seharihari, tas tangan berevolusi mengikuti perkembangan teknologi dan sosial, seperti penemuan uang, perhiasan, transportasi, kosmetik, rokok, telepon seluler, dan peran perempuan di masyarakat. Keniscayaan jika sebuah tas mencerminkan kepribadian sang pemakai membuat perempuan berlomba-lomba mencitrakan diri mereka.

Dimulai dari sosok figur publik dunia, seperti Victoria Beckham yang memiliki koleksi seratus tas Hermes, di dalam negeri kita melihat Hermes menggelantung di tangan para selebritas dan ibu pejabat. Didukung pusat perbelanjaan yang hadir dengan promosi bag days, yang menawarkan berbagai jenis pilihan tas bermerek dengan potongan harga khusus. Dan, jika sampai pada hal-hal yang tak mampu kita bayar, kita pun tak kehabisan akal. Tas bajakan bermerek dengan mutudariKWsuper, KW1,KW2,danseterusnya laris manis di pasaran. Kita mengidentifikasi diri secara gigih lewat peniruan, yang berbiaya lebih murah. Jalan melalui arisan pun dijalani. Kaum sosialita mengadakan arisan tas Hermes dengan anggota tak sembarang orang. Orang-orang terpilih. Eksistensi Tas Pencitraan tas pada awal abad ke-20 menjadi lebih dari sekadar tas tangan. Tas saat ini dibuat dalam penampilan lebih canggih, baik dari gaya maupun materi bahan, seperti kanvas tahan air, usia sintetik ruang, dan kulit reptil imitasi.

Prancang terus bermain dengan paradoks yang melekatdalamtas,mulaidenganbahantransparan yang bisa mengekspose isi tas atau menyembunyikan isi tas di balik merek. Tokoh Samantha dalam film Sex in the City menghalalkan segala cara untuk mendapatkan Hermes. Dia jadi manipulatif, bersaing tidak fair, dan itu mempertaruhkan kredibilitasnya sebagai publisis terkemuka. Tas Hermes saat ini tak terbeli dengan uang semata-mata. Anda harus menjadi “seseorang“ lebih dahulu, menjadi figur publik terkemuka atau selebritas terkenal. Jika menginginkan edisi personal use, Anda harus memesan dalam daftar tunggu selama dua tahun. Saya membayangkan mampu memesan edisi personalusesetelahpenantianduatahun.Padahal, uang pembeli tas itu bisa untuk memberi makan dan menyekolahkan anak-anak di negara miskin. Saya masih membayangkan tas itu di tangan saya. Saya kenakan saat memasuki lounge hotel mewah dan pelayan menyambut tas itu. Dia mungkin tak tahu dan bagi dia tak penting untuk tahu siapa saya, sebab yang penting tas yang saya pakai adalah Hermes.Tas mendapat eksistensi dan pemaknaan untuk publik. Tepat saat itu tas saya hidup, dan saya mati menjadi aksesori.

Dimuat di Rubrik Perempuan Suara Merdeka 4 Agustus 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar